katakan saja pena dan pensil serta kanvas pucat itu adalah kekasihnya,
sebab wanita itu selalu menyetubuhi mereka,
tak puas-puas sampai pada seluruh tubuhnya menjadi bidang semua warna menari.
ini sebenarnya serupa penawar rindu,
ketika laki-laki itu membiarkan wanitanya tidur pulas tanpa sebuah sapa dan ciuman dibibirnya,
sebenarnya kanvas dan kawan-kawannya itu adalah pelampiasan amarahnya.
betapa . . betapa rindu menyengsarakan ia sedemikian tega.
melukis lagi dan lagi tanpa peduli ia lelah,
baginya bermandikan cat air dan membiarkan tubuhnya tumbang di atas kanvas, adalah kepuasan,
nuraninya terbebaskan , batinnya terpenuhi, setiap kali ia menciptakan wajah kekasihnya , setiap kali ia menitikan air mata, lukisan itu hidup, mendekapnya, menciumnya.
dan mereka tidur bersama, berdekapan, kata ilusinya bibir laki-laki itu tak pernah lepas dari kening wanitanya sampai pagi .