kaki-kaki hujan mulai mengundang
menari nakal di hati liar
seperti sepasang merpati yang terbang melayang
di rumah tuhan kami berikrar
atas nama cinta dan kematian
melantunkan simfoni kerinduan
di ladang-ladang tuhan
bersorak rayakan kemenangan
dengan terikat satu ikrar di hati liar
aku ini adalah aku
yang raganya terhempas laraku
aku ini adalah aku
yang hatinya tersayat takdirku
jiwa yang menjelma dlm anganku
tak tersentuh meski terbelai lirihku
hatinya dingin bagai mengigil
tersentuh janji yang kian terpungkir
aku bukanlah dia
yang mampuh hentikan surya
dan aku bukanlah mereka
yang menang di medan perang
aku hanya kerikil batu yang terpecik palu hatimu
terhempas sesuai inginmu
tak terhiraukan semua lirihku
yang terus melantun di puing-puing deritaku
aku adlah aku
yang sendiri di malam yang mati
telanjang di muka malam
berjubah darah bermimik sendu
bernaung di atas altar tuhan
dan mulai melantunkan simfoni dlm satu lagu
bernyanyi bersama jutaan anak peri yang gaib
di ats dermaga kekalahan
yang akan memekakan harapan yg semakin menghilang
aku adlah aku yang tertindih deritaku . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar