aku termangu menatap rindu
bersimpah haluan tak bertuju
aku sendiri dalam lembayun salju
salju hitam dari kotaku
aku berlari dan terbuntuti
jejak kaki terekam pasti
oleh malam hari nan setia menemani
mengisi kekosongan asmara ini
aku malu menatap diri
pucat pasi hampir membiru diri
dingin mengigil terbalut salju membebani
temaram jalan menjadi kekasih sejati
aku berdiri sendiri dalam pandangan suci sang purnama bumi
membisu hati, menangis merintih
mempertanyakan tentang janji-janji ilusi
beserta mimpi yang memaksa pasti
aku tak berarti dalam semenanjung bumi
seperti di bui di rumah sendiri
hanya ia dan mereka yang terpandangi
bukan aku, bukan aku, dan bukan aku
sang gladiss yang ku rindu telah menunggu
menunggu serta jiwa kehancuranku
aku bersedia memasung angan serta mimpiku
karena celah itu tak ada untukku
bukan aku yang mencumbu waktu
namun waktu yang memperdayakan aku
bukan aku yang mengarahkan cinta
namun cinta yang mengarahkan aku
kekasih dalam sukma
seperti bias warna-warna jingga
elok nan sempurna
masihkah akan terus bertanya
tentang serpihan kerinduan yang meraja
masihkah tidak percaya
akan sepenggal cinta yang ku bawa pada masa
tak lihatlah pada tumpuan kakiku
separuh ambisi dan ilusi ku bawa disini
tak lihatlah pada tumpukan kertas-kertas itu
ada semu tentangmu yang tak terlewatkan sang waktu
karena pena selalu memaksaku untuk menulis tentangmu
kau gladissku
yang terlampau jauh
tak tergapai waktu
kau gladissku
yang terbawa angin lalu
dan takan pernah kembali di esok kelabu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar