.
kehidupan adalah rahim bagi anak-anak kesengsaraan,kebahagiaan,kebingungan,ketergesaan,dan suatu pelajaran adalah ibu terbaik bagi sebuah perjalanan.
sang khalifah hanya tokoh utama bagi sang pemilik nyawa,memainkan semua peran drama bagi panggung sandiwara sebuah cerita yang panjang dan nyata.
khalifah yang angkuh,yang terlena oleh sang keangkuhan yang memanjakannya oleh seribu kerlipan berlian,semua risalah dan hukum-hukum dunia ia hapuskan sendiri oleh tangan penjilat,dan norma-norma alam ia abaikan oleh cibiran yang keji dan tak bermoral di hati sang fakir, ia hanya memadukan sendiri dirinya di kelompok khalifah-khalifah penting di mata dunia, dan berseteru dengan pemilik-pemilik gedung pencakar langit, intan berlian, emas perak, dan gubuk-gubuik megah, tak ingin rasanya ia menoleh ke hamparan dunia bagian bawah di mana kehidupan yang tak adil berseteru dengan jasad-jasad yang membujur kaku.
khalifah yang sederhana, hanya bergelut dalam sandang pangan yang mencukupi perut-perut rakus anak,istri,dan dirinya sendiri, hati yang lembut dan ibanya melambung menatap kolong-kolong langit tempat dimana mayat-mayat hidup berbalut kulit kering dan air mata,menyaksikan penjajahan dunia yang berdiri di bawah kaki sang pemimpin yang mengaku penuh kasih dan peduli, hanya angan-angan semu yang ada dalam jiwa sang khalifah sederhana untuk menyisihkan sebiji nasi untuk di bagi,sementara anggota keluarganya mengirit untuk kehidupan selanjutnya.
khalifah yang fakir, hanya bersanda gurau dengan kehidupan yang menyayat batin mereka, membiarkannya berseteru dan berteman baik dengan suka cita dalam nestapa, angan dan harap ia buang jauh kerena melihat dunia yang berada di genggaman pemilik gubuk-gubuk megah, menyakini bahawa tak ada keadilan dalam kehidupan yang memaksa mereka untuk bertemu dengan hari esok lagi dan lagi, sementara tak ada bekal di atas meja usang, hanya piring-piring bersih tak ternoda sedikitpun oleh biji-biji nasi suci, semua pertanyaan mengarah pada sang pemilik nyawa, namun jawaban yang membisu ia terjemahkan dalam artian yang nyata, "bersabar dalam mencoba" harus berrapa lama lagi ? sementara suara yang terdengar hanya tangisan lebut sang istri,dan jerit perih anak-anak yang haru, memenggil lebih keras lagi dan mengatakan " ayah, apakah aku sudah boleh makan hari ini ? kemarin ayah mengatakan belum saat nya, apakah hari ini ayah akan mengatakannya lagi ? mengapa hanya untuk mqkan saja harus menunggu waktu ? sementara di luar sana mereka dapat memilih makanan apapun dan memakannya tanpa menunggu waktu",mendengar perkataan yang perih itu mungkin hatinya mengerutu lebih keras dari sebelumnya, mengingat anak dan istri seperti sekarat dalam ruang yang beralas tanah dan langit-langit luas, sementara perut-perut mereka sudah tak bersabar dan murka membuat beribu-ribu virus dan penyakit menyetubuhi raganya, sementara tak ada daya untuk merubah, dengan air mata dan suara senyap sambil menyaksikan satu persatu anggota kelurganya pergi meninggalkan dunia menuju rumah tuhan dengan kulit kering tanpa daging, semua pemahaman bagi ia hanya kerangaka penyesalan mengapa tak dapat seperti mereka, semua kebencian dalam pengandaian sudah ia lontarkan dan perdengarkan pada alam semesta, sementara tak ada yang terubah sedikitpun oleh nya, hanya menunggu waktu sang pemilik nyawa untuk menyebutkan namanya, mempertemukan lagi ia bersama keluarganya, di tempat yang semuanya sama, di rumah tuhan dan seribu khaliah terbaik.
stuktur kehidupan ini mengapa harus berbeda ? mengapa harus ada yang terbuang oleh waktu dengan cara yang nista ?
sementara yang angkuh tatap berjaya, berseteru dengan sang kaya raya, merayakan kematian sang fakir dengan anggur-anggur kemegahan di atas altar merah yang mahal, sementara pilar-pilar iman takkokoh di hati mereka ?
tak ada iba , tak ada haru , semua omong kosong bukan ? di hati sang fakir ? dari bibir sang pemimpin !!
lihat di belahan dunia lain wahai sang pemilik gubuk-gubuk megah yang angkuh !! lihat oleh iman mu !
betapa berserakan anak-anak yang riang tanpa dosa berlari dengan bekal hampa tanpa berseteru dengan ilmu, sementara beberapa keluarga disana menunggu datangnya sandang pangan sisa dari bibir-bibirmu yang engkau beli dan tak selera denga lidah mu, kau buang dan kau singkirkan dari mejamu tanpa memikirkan mereka belum mampu sepertimu !
mana sang pemimpin yang di hati sang fakir di agungkan ? yang di jadikan satu-satunya penolong untuk hari esoknya ?
HANYA OMONG KOSONG !! bagaimana janji yang mereka umbar di atas meja besar di depan dunia ? apa hanya kepalsuan yang tersembunyi di mimik-mimik bijak dan peduli ?? bagaimana hari esok bagi sang fakir ? apa akan ada nafas yang tersisa ? jika dunia meyekap nafas mereka oleh janji-janji yang mendusta ?

Tidak ada komentar:
Posting Komentar